Sumber gambar: https://www.forbes.com/


Dunia digital berubah dengan kecepatan yang sulit untuk diprediksi, menjadi semakin dinamis dan menuntut. Pilihannya hanya ada dua, beradaptasi atau tergerus dan hilang.

         

Konsumen menjadi semakin paham teknologi dan menuntut lebih banyak kemudahan dalam transaksi. Mereka mengharapkan kenyamanan, personalisasi, dan kecepatan. Dimana semua hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan alur kerja lama yang hanya mengadaptasi proses digital dengan sekedarnya. Sehingga diperlukan rekonstruksi terkait hubungan bisnis dengan para konsumen, karena konsep dasar interaksi telah lama bergeser. Baik melalui aplikasi atau platform online lainnya, konsumen menggemari interaksi yang mulus dengan harapan kenyamanan hanya dengan sekali klik.

Terima kasih saya ucapkan kepada website milik Graha Nurdian yang telah merangkum perkembangan era digital di Indonesia dengan sangat rinci dan dari berbagai sumber kredibel. Rangkuman data disajikan dengan sangat indah dan mudah dipahami. Sehingga mampu memuaskan rasa penasaran saya terkait dunia digital di Indonesia. Salah satu yang menarik perhatian adalah data terkait pertumbuhan e-commerce Indonesia di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019.

Dapat dilihat bahwa peningkatan terjadi di berbagai aspek. Selain itu, pandemi COVID-19 masih belum diketahui kapan akan berakhir. Jelas bahwa dampak pada sektor bisnis dan usaha cukup signifikan. Terdapat pergeseran nyata sikap belanja para kosumen yang mulai beralih ke toko online termasuk marketplace. Marketplace menjadi pilihan konsumen karena berbagai pelayanan dan kemudahan yang ditawarkan sulit untuk ditolak. Marketplace yang baik akan mampu menawarkan berbagai produk yang relevan dengan apa yang dicari konsumen dengan berbagai pilihan harga. Hal ini sudah pasti akan memunculkan willingness to buy atau keinginan untuk membeli atau melakukan transaksi.

Dalam dunia di mana konsumen dapat berbelanja dengan satu sentuhan jari dan hanya butuh sehari untuk item tersebut sampai di tangan konsumen, tidak mengeherankan jika marketplace meraup popularitas yang tidak main-main. Sepertinya, apapun dapat ditemukan di marketplace. Mulai dari hal kecil seperti camilan hingga mobil listrik, semuanya bisa dibeli hanya dengan sekali klik tanpa hambatan. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 57% dari keputusan pembelian dibuat bahkan sebelum konsumen melakukan komunikasi dengan penjual.


Lantas, bolehkan terus bergantung pada marketplace sebagai pihak ketiga?

Sumber gambar: https://www.fastpay.co.id/


Penjual yang memanfaatkan marketplace sebagai media, harus mau membayar fee sesuai dengan peraturan di masing-masing marketplace. Hal lain yang tidak kalah penting adalah, pegelola juga memiliki akses untuk mengumpulkan data dari produk yang dijual. Apa kegunaannya? Data tersebut dapat digunakan untuk membuat keputusan yang tepat bagi usaha mereka sendiri. Bagi kalian yang berjualan di marketplace, pernahkah diberi tawaran untuk mengikuti program penjualan secara internasional? Menurut kalian, berapa persen keuntungan yang didapatkan pihak pengelola? Berada di bawah kekuasaan platform lain akan memunculkan tekanan dari berbagai sisi, mulai dari harga, volume penjualan, dan fee yang harus dibayarkan dalam setiap transaksi yang berhasil. Belum lagi risiko menurunnya popularitas marketplace tersebut yang akan langsung akan berpengaruh pada setiap toko di dalamnya J

E-commerce berprogres dengan sangat cepat, hingga sulit untuk diprediksi secara presisi apa yang akan terjadi di masa depan. Berpegang pada konsep tersebut, pelaku usaha harus siap bekerja dengan teknologi yang berubah secara dinamis dan mindset yang dituntut untuk mampu beradaptasi kapanpun perubahan tersebut terjadi.

Fokus pemanfaatan teknologi akan bervariasi, tergantung dari jenis produk dan pelayanan yang ditawarkan. Mengikuti tren itu baik, namun tidak boleh lupa tujuan awal yaitu bagaimana mengintegrasikan teknologi dengan bisnis. Sehingga mampu meningkatkan kepuasan konsumen.


Sudah saatnya scale-up dan memperbarui mindset usaha

Kabar baiknya, tidak perlu menjadi seorang jenius dalam teknologi untuk menjaga relevansi dan efektivitas usaha. Artinya di era tanpa batas ini, semua ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan dapat diakses di internet! Penggunaan alat yang tepat dibarengi dengan usaha konsisten dan praktik yang tekun, pasti mampu menghasilkan cara baru untuk mempromosikan usaha. Tidak hanya usaha, personal branding pun dapat diraih. Poin utama yang perlu mendapat perhatian adalah interaksi. Berinteraksi dengan konsumen akan membangun kepuasan mereka. Konsumen yang puas mampu menarik calon konsumen potensial lain, sehingga secara langsung akan memperluas cakupan usaha.

Seluruh perkembangan teknologi dan dunia digital yang berkelanjutan, akan berdampak pada industri periklanan dan public relation. Tuntutannya adalah berjalan beriringan dengan waktu dan mampu melakukan transfromasi. Strategi pemasaran konten yang efektif, menjadi penting untuk dapat membangun otoritas bagi sebuah usaha.

Konten yang cerdas dan informatif akan menjadi bukti bahwa perusahaan mengerti dan paham tentang apa yang mereka kerjakan. Menjangkau konsumen potensial yang aktif bukan lagi menjadi mimpi. Dengan begitu banyak kemudahan dalam memperoleh informasi, masih maukah menjadi kelompok yang tertinggal?

Target konsumen harus ditetapkan secara spesifik, sehingga pengembangan strategi pemasaran dapat lebih terfokus. Jika ada konsumen di luar circle yang telah ditentukan, itu adalah bonus dari strategi epik yang dihasilkan. Mulai dari isi konten, cara penyampaian, brand, dan pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah produk harus terususun dengan saling berkesinambungan. Tentunya dengan tetap mempertimbangkan dinamika perubahan pasar.

Membuat perubahan pada situs web dan strategi digital dapat berdampak besar pada kesuksesan perusahaan. Sebagai contoh pada tahun 2012, Coca-Cola meluncurkan “Coca-Cola Unbottled” sebuah blog perusahaan. Situs web terus mengalami beberapa perubahan dalam hal desain, konten, dan fokus selama beberapa bulan. Setelah melakukan banyak perubahan dan melihat datanya, Coke menggunakan data ini untuk menentukan perubahan apa saja yang menjadi prioritas. Perubahan ini menghasilkan peningkatan 106% dalam tampilan halaman dan 1.247% peningkatan pada kunjungan halaman beranda "Unbottled". Hal ini merupakan bukti nyata bagaimana strategi digital yang baik dan usaha konsisten dalam pengkajian hasil dari strategi tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan.

Users (pengguna) atau konsumen harus mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dengan website perusahaan. Seberapa pentingkah hal tersebut? Kembali lagi dengan pembahasan kepuasan konsumen. Konsumen yang puas, bagaikan magnet yang akan menarik konsumen potensial lain. Sebuah studi oleh Akamai menemukan bahwa 47 persen konsumen mengharapkan halaman web dimuat dalam dua detik atau kurang dan 40 persen konsumen akan menunggu tidak lebih dari tiga detik untuk memuat halaman web sebelum meninggalkan situs. Ini menunjukkan bahwa memastikan website perusahaan berjalan tanpa banyak kendala, menjadi hal yang penting untuk meningkatkan pengunjung secara efektif.

Perusahaan baiknya memiliki website. Website mandiri akan mengurangi ketergantungan perusahaan kepada pihak ketiga penyedia layanan. Menjangkau konsumen pun akan jauh lebih mudah. Tidak memiliki website, sama dengan menutup separuh kemungkinan pengembangan bisnis dan jangkauan konsumen potensial.

Perubahan laju digital turut menrubah perilaku bisnis. Begitu pula dengan konsep "jam kerja" pada umumnya. Teknologi saat ini memungkinkan bisnis dapat diakses oleh konsumen sepanjang hari dan setiap hari melalui website, email, telepon, dan sistem otomatis. Perusahaan yang memanfaatkan alat dan teknologi baru akan memiliki keunggulan dibandingkan para pesaing yang terlambat melakukan adaptasi atau para pemain baru yang memasuki pasar. Bukan hanya tentang mengubah proses ke cara kerja digital atau sekadar menerapkan digitalisasi dengan lebih baik, fokusnya harus pada menjadi digital. ^^